Sabtu, 13 Desember 2014

DIA APRIL

DIA APRIL


Saat itu sore yang mendung, dibalik riuhnya sorakan warga yang sedang menonton pertandingan bola dilapangan, di tengah keramaian aku melihat seorang gadis yang tengah berjalan sembari tertawa sumringah, tawanya begitu indah dan polos, seketika tawanya mengalihkan perhatianku, sehingga aku tak sempat menhindar ketika ada bola yang menuju ke arahku,  jebretttt...  ada bola nyasar tepat mengenai wajahku.
“Aduhhh... ” mukaku yang hitam sekejap langsung memerah, semua orang mentertawakanku, sakit bercampur malu semua jadi satu. Aku bergegas pergi untuk mencuci mukaku sekaligus menghilangkan malu, tak di sengaja aku melihatnya lagi, tawa itu, tawa yang begitu memukau mataku. Hasrat ingin memberanikan diri untuk aku mengenalnya, namun sesaat aku melihat dia  bersama seorang pria, sekilas aku berpikir ah mungkin dia sudah punya pacar. Dalam hati aku berkata “ ah yasudahlah apa sih yang aku pikirkan, ingin mengenal seorang gadis dengan mudahnya, mana mungkin memangnya aku ini siapa, selebriti, camat atau bupati yang dengan mudah semua orang mau mengenalku tanpa aku memintanya“.
                Dug dug dug..... terdengar keras suara bedug yang menandakan sudah maghrib, tak selang lamapun terdengar bunyi pritttttt yang begitu nyaring dari tengah lapangan pertanda pertandingan pun sudah berakhir, semua orang mulai ramai pergi. Aku menunggu jalan agak sepi, karena aku membawa motor sore itu, dan tak selang begitu lama sesaat setelah semua pergi dan jalan agak sepi aku juga ikut pergi, takut ibu mencariku dan memarahiku kalau-kalau aku pulang lewat dari maghrib. Benar saja saat aku sampai dirumah ibu sudah ada saja di teras depan rumah, dengan suaranya yang lantang beliau berkata “ Ayo cepat masuk ! sudah Maghrib “ , akupun bergegas masuk sembari memasukkan motor kesaynganku kedalam rumah. Seperti biasa beliau menyuruhku sholat, maklumlah beliau memang orang yang taat pada agama, dan dia selalu berpesan padaku untuk tak pernah lupa akan sholat.
                Setelah sholat terdengar suara Ibu, Yann..Iyann sini makan, terdengar keras suara ibu yang memanggil adikku untuk makan malam. Kami memang tak terbiasa untuk selalu makan bersama, jika ada yang lapar ya sudah boleh makan duluan tak usah menunggu yang lain terkecuali Iyan adikku yang paling kecil, dia sangat susah sekali kalau disuruh untuk makan pantaslah badannya jadi kurus kering seperti alm.pak Tile. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tepat, semua ruangan dirumahku hening karena semua sibuk belajar, kecuali ayah dan ibuku yang sibuk mengajari Iyan.
                Sore selanjutnya saat aku menonton bola lagi namun kali ini aku mengajak Iyan, dan lagi aku melihat senyuman itu, tapi ya sudahlah segera aku lupakan karna aku lihat hal yang kemarin.
 “ Mas mas ayo beli kacang “ rintihan Iyan yang memintaku membeli kacang. Dengan uang yang Cuma dua puluh lima ribu dikantongku, aku pakai lima ribu untuk membeli kacang, tak disangka dia juga tengah membelinya, langsung kulancarkan senyum terbaikku padanya dan namun dia hanya membalas dengan senyuman kecil, itu sudah cukup membuatku makin tertarik padanya. Selepas pulang aku ingat titipan Ibu dan aku menyempatkan untuk mampir ke toserba yang berada didekat lapangan, entah kebetulan atau tidak aku bertemu lagi dengannya, kali ini aku mencoba menyapanya “Hai...” namun dia hanya membalasnya dengan senyumnya lagi lantas pergi.  Ahh kali ini aku merasa kecewa, tapi ya sudahlah setidaknya aku sudah berani mencoba, itu yang ku katakan dalam benakku.
                Sore selanjutnya aku kembali menonton bola namun kali ini aku bersama temanku, Edy namanya, dia masih kuliah di salah satu fakultas kesehatan dikotaku, dia tinggi putih dan badannya agak gempal, kami berteman dari kami masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak.
                “ Hayy... ” terdengar suara Edy menyapa seseorang, aku tak tahu dia tengah menyapa pada siapa, dia berlari menghampiri orang yang disapanya tadi namun aku tetap berdiri melihat pertandingan yang tengah dalam seru-serunya. Dari belakang ada yang menepuk pundakku dan berkata,
“ Hay... kamu yang kemarin kan ? “ aku kaget ketika ada yang menyapaku dari belakang.
“ Kalian sudah saling kenal ? “ kata Edy memotong.
“ Belum, kami hanya pernah bertemu sekali kemarin “ jawabku.
“ Aku  April “ ucapnya sambil menadahkan tangan ingin berjabat tangan, “ dan Ini Wahyu “ kata Edy sambil menepis tangan April tadi.
Seketika semua orang berteriak  “Gooooolll... “ , hanya kami yang diam kebingungan karena tak memperhatikan pertandingan. Saat aku lihat dari dekat wajahnya nampak makin cantik, senyumnya pun nampak makin manis. Edy dan April entah sedang ngobrol apa, namun sepertinya mereka sudah sangat dekat sejak lama.
“ Eh kalian kenal darimana ? ” tanyaku pada mereka.
                “ Hahahaha Edy hanya tertawa lebar mendengar pertanyaanku tanpa menjawabnya,
“eh kamu mau minum ? “ tanya Edy pada April.
“ Iyah boleh, tapi jangan yang dingin yah “
Ahh sial, sepertinya Edy memang sudah dekat dan kenal lama dengan April, gumamku sendiri.
                “ Eh kamu temennya Edy ? “ tanya April padaku.
                “ Iyah. “ jawabku jetus padanya.
     Edy kembali dengan minuman di tangannya, dia membeikan satu untuk April dan satu untuk kami berdua. Tak selang lama terdengar bunyi peluit wasit pertanda pertandingan sore ini berakhir, dan seperti biasanya aku tak tahu siapa yang menang atau siapa yang kalah. Edy menawarkan untuk mengantar April namun dia tidak mau sehingga kami pulang masing-masing, saat di jalan aku banyak bertanya tentang April pada Edy, ternyata April adik kelasku waktu kami masih berseragam putih abu-abu dulu. Aku tak mengenalinya mungkin karena sekarang ia sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan dewasa, ternyata Edy mengenalnya dari waktu kita masih mengenakan seragam biru khas anak SMP, memang Edy dulu cukup terkenal dikalangan para gadis, yah maklumlah rupanya yang putih dan tinggi memang  idaman para gadis ABG waktu itu.
                Semenjak itu aku semakin sering bertemu April, kedekatan diantara kami pun mulai terjalin, kami mulai sering ngobrol dan sesekali jalan bareng. Hari ini hari minggu yang cerah, kami berencana pergi ke pantai bersama dengan teman-teman April, sekitar jam 9 kami mulai berangkat dan  kami sampai sekitar pukul 11 disana, cuacanya yang terik memaksa kami berteduh dibawah gubuk yang disediakan di pinggir pantai. Hari menjelang sore seperti kebiasaan anak ABG kami mulai berfoto-foto tanpa memperdulikan orang lain yang ada disekitar kami, mumpung lagi bagus mataharinya kata April. Tanpa aku tahu ini adalah pertemuan kami yang terakhir sebelum dia pergi ke Luar negeri untuk melanjutkan kuliahnya di salah satu Universitas disana, aku diberitahunya setelah kami akan pulang.
 “ Mungkin ini perpishan terbaik yang pernah aku punya, namun sejujurnya aku tak berharap ini perpisahan untuk kita, namun aku harap ini awal yang panjang untuk kita ”  kataku lirih padanya.
Aku menyukaimu, saat pertama aku melihat senyumu, aku ingin mengenalmu jauh lebih dari ini sejak pertama kita bertemu, aku mau kau jadi bagian dari masa depanku, tanpa aku sadar aku berkata hal yang indah hal yang tak pernah bisa ku ucapkan sejak awal aku mengenalnya waktu itu, dia memelukku erat. Aku rasakan air matanya yang jatuh ke badanku, aku berbisik padanya “ Aku mencintaimu “. Malam mulai datang, kami beranjak pergi pulang, dan besok paginya ia pamit untuk berangkat pergi, aku tak kuat menahannya saat aku mengantarnya, air mataku jatuh tanpa kusadari. Hanya satu pesanku untuknya kembalilah saat kau sudah berhasil.
                Setelah pergi mengantar April aku pulang dengan perasaan yang bercampur semuanya, hari mulai gerimis, jalanan mulai dipenuhi air, aku mulai susah untuk melihat.
Derrrr tak sadar aku terjatuh dari motor karena menabrak mobil yang ada didepanku, Kata Edy aku tak sadarkan diri selama beberapa hari, yang aku ingat hanya ada suara gemuruh seperti ada banyak orang yang mengerumuniku, aku ingin minum air, dan mengambilnya di atas meja namun tanpa kusadari tanganku tidak dapat meraih gelas itu, aku bertanya ini kenapa ? kenapa tanganku dibungkus perban ? kenapa tanganku serasa lebih pendek ? Tanganmu sudah hilang kata Edy lirih padaku, “ Hyaaaaaaaa... “ jerit tangisku yang begitu keras terdengar sampai keluar ruangan, aku menangis mengetahui tanganku yang sudah tidak ada. Selang beberapa minggu aku sudah diijinkan keluar rumah sakit namun aku masih terus memikirkan kejadian kemarin.

* * *
               
4tahun setelah kejadian itu aku sudah tak menghubunginya lagi karena aku malu dan takut dia tak sama lagi seprti dulu karena kondisiku yang sekarang seperti ini, sampai suatu ketika saat ada pertunjukan tari di kampungku aku menontonya bersama Ayahku, aku melihat penari-penari yang cantik, namun begitu memasuki babak akhir keluarlah penari yang katanya lulusan salah satu Universitas di Luar negeri, namun saat penari itu keluar aku sangat terkejut melihat ia adalah gadis yang dulu pernah aku antar saat pergi untuk pertama kalinya, aku berusaha melihatnya tanpa ia mengetahui kalau aku tengah melihatnya, namun matanya tak dapat dibohongi saat ditengah-tengah tarian ia mengajakku ikut menari, mungkin aku yang salah atau ia mungkin sudah tak mengenaliku lagi saat ini. Namun semua dugaanku itu salah di tengah-tengah tarian ia berkata kamu makin tampan sekarang mas. Seketika aku kaget karena benar penari itu ialah April, aku langsung saja berlari pergi tanpa perdulkan ayahku yang masih ada disana. Aku duduk ditepi sungai yang biasa dulu aku dan April bertemu, tak selang lama ada yang menyusulku, oh ternyata itu April.
“ kamu tak melanjutkan tarianmu disana ? “
“ engga mas, kamu kenapa lari tadi ? kata April menjawabku.
Aku diam saja, “ karena tangamnu ? “ tanya April lagi, aku berusaha memalingkan wajahku untuk menyembunyikan kesedihanku dan rasa maluku padanya. Terdengar suara tangis yang begitu lirih, 
                “ kenapa kamu tak pernah memberitahuku mas ? “
“ apa kamu malu ? “ aku yang buat kamu jadi kaya sekarang mas, maafin aku yah, ucap April sembari menangis. Kutengokan wajahku padanya, sudah tidak apa-apa balasku, ini semua bukan kesalahanmu, ini adalah kecerobohanku waktu itu. Kamu sekarang sudah hebat, pasti beruntung lelaki yang menjadi suamimu kelak.
“ apa kamu ga mau jadi lelaki itu mas ? aku masih mencintaimu mas meski sudah 4th sjak waktu itu “
Sontak aku langsung tercengang, suasana hening makin membuatk bimbang antara aku mau dan tak mau, karena sampai sekarang pun aku masih mencintainya sama seperti dia, namun dalam kondisiku yang sekarang mana mungkin aku dapat membahagiakan dia. Sudahlah lebih baik kamu cari lelaki yang masih sempurna jangan aku, aku tak bisa membahagiakanmu nanti, bentakku pada April.
“ tapi mas... “ sudahlah apa sih yang kamu harapkan dari lelaki buntung macam aku !
Aku ga mengharapkan apapun mas, aku Cuma mau kita bisa bareng kaya dulu lagi, aku ga ngelihat kondisimu sekarang, yang aku lihat adalah kamu yang masih sama seperti dulu, kamu yang selalu ada untukku meski sekarang tanganmu sudah tak ada.
                Berjam-jam kami berdua disitu menghabiskan malam penuh dengan tangis dan kenangan masa lalu, namun setelah semua ini kami akhirnya dapat bertemu meski bukan dalam keadaan yang tak kuharapkan. Sebenarnya secara diam-diam keluargaku selalu mengirimkan kabar padanya tnetang kondisiku sekarang, jadi ia sudah tahu semua ini, dan ia sengaja merencanakan ini dengan Ayahku.

* * *


Beberapa bulan setelah kejadian itu aku dan April menikah, meski sekarang semuanya sudah berbeda namun senyum itu kini selalu lengkapi hidupku, senyum yang melengkapi kekuaranganku, senyum bahagia dan senyum terbaik dari orang terbaik dalam hidupku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar